“Kurangnya kesadaran
atas komitmen terhadap sesuatu yang penting merupakan komitmen yang tak
disadari terhadap sesuatu yang tidak penting”
Apa maksud dari kalimat diatas? Kita terkadang kurang
sadar terhadap janji/komitmen yang telah kita buat terhadap sesuatu yang
penting dan tanpa disadari kita telah membuat hal yang penting tersebut menjadi
tidak penting.
Berikut ini ada pertanyaan-pertanyaan yang saya ambil
dari buku First Thing First, yaitu :
Apakah satu-satunya kegiatan yang Anda
ketahui bahwa apabila Anda melakukannya dengan amat baik dan konsisten akan
memiliki hasil akhir yang positif dan sungguh bermakna dalam kehidupan pribadi
Anda?
Apakah satu-satunya kegiatan yang Anda ketahui bahwa
apabila Anda melakukannya dengan amat baik dan konsisten akan memiliki hasil
akhir yang positif dan sungguh berarti dalam kehidupan profesional atau karya
Anda?
Jika Anda tahu bahwa hal-hal tersebut akan melahirkan
suatu perbedaan yang sangat berarti, mengapa Anda tidak melakukannya sekarang?
URGENSI
Silahkan jawab masing-masing didalam hati Anda. Sekarang saya mau membahas tentang kecanduan
urgensi. Bila kita mendengar kata urgensi maka kita dapat menghubungkannya
dengan kepentingan, atau hal yang penting dan mendesak. Mengapa bisa mendesak?
Bukankah hal penting seharusnya dikerjakan dalam waktu yang cukup, bukannya
dalam waktu yang singkat? Namun itulah yang sering terjadi dalam kehidupan
kita, kita sering tidak bisa mendahulukan hal yang utama.
KECANDUAN URGENSI
Kebanyakan orang mengaku mendapat suatu kepuasan dan
tenaga tambahan walaupun urgensi itu rasanya menekan, memaksa, dan melelahkan.
Tapi disisi lain terdapat rasa lega dan kepuasan tersendiri. Jika terus
dibiarkan seperti itu, kecanduan urgensi akan semakin kuat, karena kita mendapatkan
kegairahan sementara dari pemecahan krisis-krisis yang mendesak dan penting.
Lalu, kalau yang penting itu ternyata tidak ada disana, kecanduan urgensi hanya
akan menarik kita untuk melakukan hal yang mendesak agar kita dapat tetap aktif
dan bersemangat. Namun kecanduan urgensi tersebut merupakan perilaku yang
merusak diri sendiri yang untuk sementara mengisi kekosongan yang diakibatkan
oleh kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Kecanduan urgensi sangatlah berbahaya sebagaimana
bentuk-bentuk ketergantungan yang umum diketahui seperti ketergantungan pada
obat bius, judi, dan kebiasaan makan yang berlebihan. Mengapa kecanduan urgensi
dikaitkan dengan hal yang telah disebutkan diatas? Lihatlah persamaannya!
Pengalaman Kecanduan
1.
Menciptakan
sensasi yang dapat diandalkan dan dapat diramalkan sebelumnya.
2.
Menjadi
fokus utama dan menyerap perhatian.
3.
Untuk
sementara menghilangkan rasa sakit atau sensasi negatif lainnya.
4.
Memberi
suatu harga diri semu dan kekuatan, kendali, keamanan, keakraban, penyelesaian
hal-hal, yang semuanya bersifat semu.
5.
Memperburuk
masalah dan perasaan yang sebenarnya hendak dibereskan.
6.
Memperburuk
fungsi-fungsi dan menyebabkan rusak dan hilangnya hubungan-hubungan.
Hal-hal yang disebutkan diatas merupakan hal-hal yang
dirasakan ketika kita mengalami kencanduan. Apakah anda termasuk orang yang
mengalami kecanduan terhadap suatu hal?
Kita perlu menyadari bahwa persoalannya bukan urgensi
itu sendiri. Masalahnya adalah bahwa kalau urgensi menjadi faktor dominan dalam
hidup kita, kepentingan tidak menjadi faktor dominan. Jadi yang kita anggap
sebagai “hal yang utama” adalah hal-hal yang mendesak.
Sebagaimana dikatakan oleh Charles Hummel dalam buku
kecilnya yang berjudul Tyranny of the Urgent:
“Tugas yang penting jarang sekali harus diselesaikan
hari ini, atau bahkan minggu ini… Tugas yang mendesak menuntut tindakan segera…
Desakan waktu dari tugas-tugas ini tampaknya tidak dapat ditolak, dan penting,
serta menguras tenaga kita. Tetapi, dalam terang perspektif waktu, arti
pentingnya yang hanya bersifat semu itu memudar; dengan perasaan kehilangan
kita mengingat kembali tugas vital yang kita kesampingkan. Kita menyadari bahwa
kita telah menjadi budak tirani dari hal-hal yang urgen?”
Pada dasarnya perencanaan harian dan daftar hal-hal
yang harus dikerjakan terus membuat kita terfokus untuk memprioritaskan dan
melakukan hal-hal yang mendesak. Semakin banyak hal yang mendesak dalam hidup
kita, semakin sedikit hal yang sungguh penting yang kita dapatkan.
KEPENTINGAN
Hal yang urgen tidak selamanya buruk, karena dalam
hidup ini pasti ada hal-hal urgen yang terjadi. Misalnya ketika kita sedang
bekerja dan ternyata Ibu atau Bapak masuk Rumah Sakit maka saat itu juga kita
harus meninggalkan pekerjaan yang sedang kita kerjakan untuk hal yang mendesak
tersebut. Urgensi bisa mengakibatkan akibat yang fatal bila frekuensinya
terjadi terus menerus dan malah mendominasi kehidupan kita sekarang dan
kedepannya.
Banyak hal penting yang berperan pada keseluruhan
tujuan kita dan memperkaya maupun memberi makna terhadap hidup kita, tidak
cenderung menguasai atau menekan karena hal itu tidak “mendesak”. Nah hal-hal
tersebut yang seharusnya cenderung kita kuasai.
Didalam buku First Thing First, dijelaskan tentang
Matriks Manajemen Waktu agar persoalan mengenai urgensi dan kepentingan dapat
dipahami secara lebih efektif.
Dari kuadran-kuadran waktu diatas dapat disimpulkan
bahwa kuadran I mengenai hal-hal yang urgen dan penting. Kuadran II mengenai
hal-hal yang penting tetapi tidak urgen, kuadran III mengenai hal yang tidak
penting tetapi urgen. Orang yang ada di kuadran III ini dalam buku The 7 Habits
disebut “Yes man”. Kenapa begitu? Karena orang ini cenderung mengerjakan hal
yang tidak penting baginya tetapi mendesak. Selalu menuruti seluruh permintaan
orang lain tanpa memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Yang terakhir yaitu
kuadran IV mengenai hal yang tidak penting dan tidak urgen. Sekarang kita
tinggal memilih kita ingin ada di kuadran berapa? Coba ingat hal-hal yang telah
kita lakukan di seminggu lalu atau bahkan sebulan yang lalu, jika ditempatkan
di matriks manajemen waktu.. dimana Anda
menghabiskan sebagian besar dari waktu Anda?
Namun banyak yang berkata bahwa ketika mengerjakan hal
yang mendesak rasanya sangat lancar untuk menyelesaikannya dibanding dengan
mengerjakan hal yang tidak mendesak. Saya akan bercerita sedikit tentang
pengalaman saya tentang hal yang mendesak, saya adalah seorang mahasiswa yang
dalam setiap minggunya pasti dan selalu mempunyai tugas. Dan tugas yang sangat
rutin saya dapatkan adalah tugas Character Building hehe.. saya tau bahwa tugas
itu penting bagi saya maka saya harus menyelesaikannya dari jauh-jauh hari agar
tugas dari mata kuliah lain tidak menumpuk. Namun pada kenyataannya,
mengerjakan tugas yang deadlinenya masih sangat jauh itu rasanya sangat banyak
godaannya. Saya menjadi lebih cepat mengantuk atau pun tergoda dengan tayangan
televisi, alhasil saya menjadi terus menunda-nunda tugas tersebut. Ketika batas
akhir pengumpulan semakin dekat, saya baru mengerjakan tugas tersebut, anehnya
saya menjadi tidak mengantuk dan tidak tertarik untuk menonton tv atau apapun..
sebanyak apapun kegiatan saya pada siang hari tetapi rasanya itu tidak
berdampak apapun. Hal ini karena hal-hal tersebut menekan saya, jadi pengerjaan
tugas tersebut menguasai saya. Dan hal tersebut SESAT!
Sebagian besar mahasiswa pasti pernah mengalami hal
tersebut hehe..
Seharusnya kita dapat menguasai tugas tersebut, bukan
tugas tersebut yang menguasai kita! Justru ketika mengerjakan suatu hal yang
mendesak, misalnya mengerjakan tugas memakai sistem kebut semalam. Tugas itu
bisa saja selesai, tetapi kita menyelesaikan tugas tersebut karena tekanan.
Ketika kita merasa tertekan, kita tidak akan mengeluarkan seluruh kemampuan
yang kita bisa. Dan hasil dari tugas tersebut akan biasa-biasa saja.
Apakah yang Anda rasakan ketika mendengar kata
“terdesak”? pasti Anda akan menjawab “tak puas” dan “jemu”. Tetapi kalau Anda
mendengar kata “kepentingan” ? Anda akan menjawab “percaya diri” “puas”
“bermakna” dan “damai”. Hal ini sudah dibuktikan dalam seminar-seminar yang
disebutkan dalam buku First Thing First.
Jadi, apakah jelek
berada di Kuadran I ? menurut buku First Thing First, jawabannya adalah TIDAK! Karena pada
kenyataannya banyak orang yang akan menghabiskan cukup banyak waktu mereka di Kuadran
I. Persoalannya adalah mengapa Anda disana? Anda berada disana karena urgensi atau karena kepentingan? Apabila urgensi
mendominasi dan kepentingan semakin surut, Anda akan tergelincir ke Kuadran III – ini adalah kecanduan urgensi.
Sedangkan bila kepentingan mendominasi dan urgensi semakin surut, Anda akan
beranjak ke Kuadran II. Karena dalam Kuadran I ataupun II sama-sama mengerjakan
hal yang penting, namun faktor waktunya saja yang berbeda. Yang menjadi bahaya
adalah jika Anda senang berada dalam Kuadran III dan IV. Karena didalam kuadran
tersebut Anda mengerjakan hal-hal yang tidak
penting.
INGATLAH bahwa berada di Kuadran I itu tidak
buruk, karena dalam kodratnya banyak pekerjaan yang memang berada di kuadran
tersebut. Misalnya seorang pemadam kebakaran, dokter, perawat, polisi,
wartawan, dll.
Jadi kecanduan urgensi harus dihindari, jika Anda
belum tahu apakah Anda orang yang termasuk kecanduan terhadap urgensi atau
tidak. Bisa gunakan matriks manajemen waktu yang telah dijelaskan diatas.
Matriks tersebut dapat membantu Anda melihat kegiatan-kegiatan yang telah Anda
lakukan dan hal yang akan Anda lakukan juga. Matriks tersebut juga dapat
melihat seberapa jauh urgensi dominan, sejauh itu pula kepentingan tidak
dominan.
Sumber : First Things First karya Stephen R Covey (1994)
Comments