Curang? Sudah Biasa! Ih Salah...



Pernahkah Anda dilema dalam sebuah keadaan yang memberi Anda dua pilihan? Misalnya dalam sebuah tes atau ujian, Anda sangat berambisi untuk mendapat hasil yang baik dan sudah mempersiapkan diri dengan baik pula. Namun ternyata pada hari H ada soal yang belum Anda pelajari, atau yang Anda ingat hanya sekilas saja. Didalam situasi tersebut Anda bisa saja berbuat curang atau menjawab soal tersebut dengan kemampuan Anda sendiri walaupun Anda tahu bahwa jawaban Anda tidak akan diberi poin yang sempurna. Mana yang akan Anda pilih?

Saya yakin bahwa semua orang pasti pernah mengalami hal tersebut, yang membedakan adalah jalan atau cara yang mereka ambil untuk melalui hal tersebut. Saya yakin, semua orang termasuk saya pernah berbuat kecurangan. Namun, yang membedakan adalah frekuensi kecurangannya tersebut. Ada yang sering melakukan kecurangan, ada yang hanya kadang-kadang, dan ada yang hanya sekali dua kali saja atau pun ada yang sudah mendarah daging.

Semua orang pasti sudah tahu bahwa berbuat curang adalah hal yang buruk dan dilarang dalam agama manapun. Pertanyaannya adalah mengapa kita masih saja melakukannya sementara kita sendiri tahu bahwa hal itu tidak boleh dilakukan? Hal ini sama seperti minum minuman keras, jika kita sudah tahu itu berbahaya bagi kesehatan mengapa tetap saja diminum? Silahkan jawab pertanyaan tersebut didalam hati masing-masing.

Tahukah Anda? Bahwa kecurangan sebenarnya hanya akan memberikan rasa puas yang semu. Mengapa saya bilang begitu? Saya pernah membaca salah satu buku yang membahas tentang hal ini. Ada seorang siswa SMA, ketika dia sedang mengerjakan soal ujian ada soal yang tidak bisa dia kerjakan. Kemudian dia menyontek pada kertas yang sudah ia siapkan untuk mengatasi hal-hal tersebut. Ketika hasil ujiannya diumumkan, dia mendapat nilai yang paling tinggi dikelasnya. Namun dia berkata kepada temannya seperti ini “nilaiku memang bagus, tapi aku tidak merasakan adanya kepuasan dalam diriku sendiri”.

Setelah membaca kisah diatas, apakah Anda setuju atau tidak setuju? Jika Anda tidak setuju silahkan beri alasannya dikolom komentar J hehe..
Kembali pada cerita diatas, mengapa anak itu tidak merasakan kepuasan dalam dirinya? Itu karena secara tidak langsung anak itu sadar bahwa apa yang dia dapatkan bukan hasil murni dari kemampuan dia.

Bila dilihat dari jenis berpikirnya, orang yang sering kali berbuat curang cenderung berpikir Menang/Kalah. Mengapa begitu? karena menang/kalah adalah sikap terhadap kehidupan yang mengatakan bahwa kue sukses itu sudah tetap besarnya, dan kalau kamu dapat potongan besar, sisanya tinggal sedikit untuk saya.

Orang yang mempunyai pemikiran seperti ini sangatlah egois dan rakus, dan terkadang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Sikap ini perlu dihindari karena yang terpenting dalam hidup adalah kita bisa bahagia atas kerja keras kita. Intinya dapat menikmati hasilnya.

Mengapa saya mengatakan kecurangan adalah sahabat baik? Tentu karena dengan kecurangan kita dapat mendapatkan hal yang kita inginkan dengan mudah, tanpa kerja keras. Namun ingatlah jika Anda menjadikan kecurangan sebagai sahabat baik yang selalu menemani Anda dimana pun Anda berada dan dalam kondisi apapun, suatu hari nanti Anda akan hancur olehnya. Mengapa begitu?

Kecurangan mengajarkan kita untuk egois. Misalnya dalam suatu kelas ada orang yang bekerja keras dan jujur dan ada orang yang selalu berbuat curang. Ketika ujian berlangsung, yang satu bekerja sesuai kemampuan dan yang satu mencontek. Dan pada akhirnya yang mendapat nilai tertinggi adalah orang yang mencontek. Dalam cerita singkat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kebiasaan berbuat curang menjadikan kita tidak peduli dengan teman kita yang bekerja keras dan secara tidak langsung mengambil haknya untuk mendapatkan nilai tertinggi di kelas tersebut. Ini hanyalah satu contoh kecil yang saya harap dapat membuka hati setiap orang yang membacanya J.

Kecurangan mengajarkan untuk malas. Ketika Anda terbiasa berbuat curang maka Anda akan merasa malas untuk belajar. Dalam hati Anda akan terbesit kata-kata seperti ini, “ah, ngapain belajar? Kalau gak bisa tinggal nyontek aja”. Pasti akan seperti itu, jika itu terus menerus Anda lakukan dan sudah medarah daging, maka bersiaplah kegagalan dimasa depan akan menanti Anda. Bagaimana tidak? Karena dalam dunia kerja, benar-benar akan dibutuhkan kemampuan kita yang sebenarnya. Kita tidak akan bisa berbuat curang seperti halnya dalam ujian di sekolah.
Dunia kerja lebih dari itu, orang yang mempunyai hard skills yang baik saja belum tentu mendapatkan pekerjaan. Apalagi dengan orang yang tidak mempunyai hard skills atau pun soft skills. Belajarlah untuk bersikap jujur dan bekerja keras, karena berbuat curang tidak akan selalu menyelamatkanmu. Mungkin satu atau dua kali bisa menyelamatkan, tapi sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya akan jatuh juga.

Cobalah untuk merubah cara berpikir Anda, yaitu dengan berpikir menang/menang. Berpikir menang/menang adalah sikap terhadap kehidupan, suatu cara berpikir yang mengatakan bahwa saya bisa menang, kamu pun bisa menang. Bukannya saya atau kamu, melainkan sama-sama (The 7 Habits).

Cara berpikir ini akan menjauhkan seseorang dari upaya berbuat kecurangan, karena didalam cara berpikir ini tidak mengajarkan tentang keegoisan. Cara berpikir menang/menang dapat digambarkan seperti sebuah buffet dimana segalanya boleh kamu makan, saya takkan menginjak kamu, tetapi saya juga tidak mau jadi keset kakimu.

Dalam buku The 7 Habits, ada dua cara agar kita dapat berpikir menang/menang :
1.      Menangkan kemenangan pribadimu dulu
2.      Hindari tumor kembarnya yaitu, kecenderungan bersaing dan kecenderungan membanding-bandingkan.
Jika kita dapat melakukan dua cara diatas maka, kita dapat menerapkan cara berpikir menang/menang. Namun yang sering menjadi kendala adalah adanya kecenderungan bersaing dan kecenderungan membanding-bandingkan. Saya pribadi pun merasa sangat sulit menghindari tumor kembar tersebut L

Disini saya tidak melarang untuk berkompetisi, namun berkompetisilah dengan cara yang sehat, dalam kompetisi apapun itu. Baik di sekolah, di perkuliahan, atau pun ditempat kerja. Tanamkan nilai-nilai kejujuran dalam diri Anda masing-masing karena kepercayaan seseorang itu sangat mahal harganya.

Jangan terlena dengan kecurangan yang akan menyelamatkanmu sesaat, tetapi terlenalah dengan kejujuran yang akan menyelamatkanmu selamanya.


 Sumber : The 7 Habits (Sean Covey)

Comments