Persimpangan Jalan Kehidupan
Pernahkah
kamu mendengar kata Tujuan Akhir? Pasti kamu pernah mendengar kata tersebut.
Ketika mendengar kata tersebut, pernahkah kamu berpikir sebenarnya apa tujuan
akhir hidupmu? Apakah hal-hal yang dilakukan saat ini dapat membentuk tujuan
akhir yang indah? Ada percakapan menarik yang saya temukan dalam buku The 7 Habits of Highly
Effective Teens.
“Bisa tolong jelaskan, jalan mana ya yang
harus kuambil dari sini?”
“Tergantung kamu maunya ke mana”, jawab sang
Kucing.
“Ke mana juga boleh,” kata Alice.
“Ya, kalau begitu, jalan manapun boleh kamu
ambil”, kata sang Kucing.
DARI ALICE’S ADVENTURES IN WONDERLAND
Dari
percakapan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir itu ditentukan oleh diri
kita sendiri, seperti jawaban sang Kucing bahwa kita boleh ambil jalan manapun
juga. Namun dalam pemilihan jalan tersebut kita harus mengingat lagi, tujuan
akhir kita kemana. Apakah jalan yang kita ambil akan mengantarkan kita pada
tujuan akhir. Seperti halnya kita naik angkot, jika tujuan akhir kita ke
Sarijadi, kita tidak mungkin naik angkot jurusan Ledeng-Margahayu. Disinilah
kita harus berhati-hati dan berpikir masak-masak, sebenarnya jalan mana yang
harus kita tempuh?
Hal
inilah yang sulit dipecahkan, karena sebagian banyak orang merasa bahwa tujuan
akhir itu adalah hal sepele bahkan banyak orang yang berbicara bahwa hidup
mereka biarlah seperti air yang mengalir. Tahukah Anda? Janganlah hidup seperti
air yang mengalir karena air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Setiap
manusia pasti akan ada dalam sebuah persimpangan, persimpangan yang membingungkan.
Persimpangan yang akan menentukan, akan banyak arah dan banyak jalan dengan
tujuan yang berbeda-beda. Sekali kita memilih suatu jalan, maka jalan tersebut
akan mempengaruhi kita selamanya.
Sekarang,
tutup mata kamu dan bayangkan dirimu ada dalam sebuah persimpangan jalan
kehidupan dan kamu harus memilih jalannya :
·
Apakah kamu mau
meneruskan kuliah atau langsung mencari pekerjaan?
·
Bagaimana sikap kamu terhadap kehidupan?
·
Tipe teman
seperti apakah yang kamu inginkan?
·
Siapa yang akan
kamu kencani?
·
Apa kamu mau
berhubungan seks sebelum menikah?
·
Apa kamu mau
terlibat narkoba
·
Nilai-nilai apa
yang akan kamu pilih?
DARI THE 7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE TEENS
Jalan
yang kamu pilih hari ini akan membentukmu selamanya, sungguh menantang dan
menarik bukan? Memang tak ada pilihan lain, kita harus banyak membuat keputusan
pada masa ini. Pada masa remaja yang penuh ketidakkonsistenan dan sedang
dipenuhi hormon. Masa remaja hanya tujuh tahun, begitu singkat, tetapi ketujuh
tahun ini mempengaruhi enam puluh satu sisanya, demi kebaikan ataupun
keburukan, dengan cara yang sangat ampuh (Covey:115).
Bagaimana dengan Teman-teman?
Teman
merupakan hal yang paling dibutuhkan oleh manusia, apalagi oleh remaja saat
ini. Seorang teman benar-benar sangat berpengaruh terhadap sikap, reputasi, dan
arah yang kamu ambil. Pada usia remaja, kebutuhan untuk diterima dalam suatu
kelompok sangatlah tinggi. Kita ambil contoh saja ketika SD, SMP, SMA sangat
jarang orang yang tidak mempunyai teman bukan? Bahkan dalam suatu kelas terdiri
dari berbagai macam kelompok dengan berbagai jumlah tentunya.
Berada
dalam sebuah kelompok tersebut akan menimbulkan rasa aman dan nyaman. Namun
pernahkah kita berpikir? Apakah teman yang selama ini ada disamping kita
membawa kita ke arah yang baik atau tidak? Karena pada dasarnya kita memilih
teman berdasarkan pada siapa yang menerima kita. Misalnya, agar diterima
anak-anak yang ngehits disekolah kita jadi ikut-ikutan memakai barang yang
mahal dan menggunakan uang apapun untuk makan ditempat mewah bersama mereka.
Ingatlah,
mempunyai teman tidak selalu baik. Dalam buku The 7 Habits of Highly Effective
Teens disebutkan “terkadang lebih baik
tidak punya teman sama sekali ketimbang punya teman-teman yang keliru”.
Teman-teman yang keliru akan membawamu pada jalan yang keliru, seperti yang
telah dijelaskan tadi bahwa teman merupakan hal yang sangat kuat dan
berpengaruh dalam kehidupanmu. Jika temanmu keliru, maka kamu juga akan keliru.
Jika kamu sudah ada dalam tahap ini, biasanya mengambil langkah mundur adalah satu-satunya
solusi walaupun memang akan sangat sulit.
Dalam
buku The 7 Habits of Highly Effective Teens diceritakan sebuah pengalaman
seseorang yang mempunyai teman yang keliru dan dia berhasil mundur dan mencari
teman yang baru :
”Musim panas sebelum saya memasuki tahun
senior, saya punya teman baik bernama Jack. Pada bulan sebelum sekolah dimulai,
ia pergi ke Eropa dan diluar dugaan, pulang dengan membawa narkoba hebat yang
disebut hashish. Kami sama-sama belum pernah mencobanya. Ia mulai mengajak saya
menggunakannya dengan sekelompok teman “barunya”. Ia juga membentuk “klub 24”,
dimana kamu duduk membuat lingkaran dan minum dua puluh empat botol bir sampai
habis. Saya tahu semuanya itu tidak ada masa depannya dan bahwa akhirnya ia
akan merusak diri kalau terus-terusan begitu. Tetapi, ia kan teman terbaik saya
semenjak sekolah menengah, lagi pula saya tidak punya banyak teman dekat. Saya
tidak mau kesepian, tetapi saya juga tidak mau berakhir seperti Jack. Saya
ingat akhirnya memutuskan (dengan sangat menyesal) bahwa pokokmya bergaul
dengan dia terlalu besar risikonya. Jadi, pada tahun berikutnya saya harus
mulai mencari teman baru. Pada mulanya saya merasa kikuk, tidak cocok, dan
merasa tolol sendirian. Tetapi setelah beberapa bulan saya berteman dengan orang-orang
yang punya nilai-nilai serupa dan juga senang kok.
Teman lama saya, Jack, berubah menjadi pecandu
dan tidak lulus, dan akhirnya tenggelam di kolam renang ketika dia sedang
teler. Sungguh menyedihkan, tetapi saya bersyukur telah berani berpegang pada
keputusan benar yang saya ambil dan berpikir jangka panjang disaat-saat genting
didalam hidup saya itu.”
Kisah diatas adalah penuturan asli
dari salah seorang teman Sean Covey. Sungguh miris bukan bila pada akhirnya ia
mengikuti langkah Jack? Ia tidak akan mempunyai masa depan. Untungnya ia masih
mempunyai akal sehat yang cukup untuk meninggalkan teman yang sudah lama ia
kenal dan memutuskan untuk mencari teman yang baru. Jika kamu kesulitan untuk
mencari teman yang baik dan sejalan dengan dirimu, ingatlah bahwa teman yang
seperti itu tidak harus teman yang seusia denganmu. Usianya bisa lebih muda
atau bahkan bisa lebih tua. Namun pada umumnya, untuk mendapatkan teman yang
baik biasanya berada di orang yang lebih tua. Karena orang yang lebih tua sudah
memakan asam garam kehidupan yang lebih banyak dibanding kita.
Saya mempunyai teman yang tidak
terlalu mempunyai banyak teman disekolah. Namun ia memiliki ibu yang sangat
bersahabat, ia tidak segan-segan menceritakan semua hal kepada ibunya. Termasuk
masalah yang sedang dihadapinya ketika belajar ataupun masalah lainnya.
Pokoknya, hati-hatilah dalam memilih teman. Jika kamu berteman dengan tukang
minyak wangi maka kamu akan wangi seperti minyak wangi, tapi jika kamu berteman
dengan tukang minyak tanah maka wangi kamu pun akan seperti minyak tanah.
Sebagian besar masa depanmu tergantung pada dengan siapa kamu berteman atau
bergaul.
Bagaimana dengan Seks?
Berbicara tentang seks, menurut saya
ini adalah hal yang sangat penting. Mengapa penting? Karena kita harus merenung
dan memutuskan dengan masak-masak dan hati-hati tentang pasangan hidup kita
nanti dimulai dari sekarang. Semua orang pasti mendambakan suatu hari nanti
mempunyai pasangan hidup yang sesuai dengan kriteria agama dan dirinya sendiri.
Maka dari itu, renungkanlah
keputusan ini dengan hati-hati. Salah satu caranya adalah dengan membayangkan
bagaimana kamu maunya perasaanmu nanti pada hari pernikahanmu? (Covey, 117).
Apakah perasaanmu pada hari pernikahanmu ingin sangat bahagia karena dapat menjaga
cintamu hingga sampai ke pelaminan? Atau merasa malu dan kecewa karena
kesalahanmu dalam memilih pasangan hidup?
Tentu semua orang ingin bahagia dan
mempunyai kehidupan yang berjalan mulus sampai kapan pun. Namun bila kita tidak
mau merencanakan semua yang akan kita hadapi, akankah semua itu akan berjalan
mulus sesuai dengan impian dan dambaan kita? TIDAK! Semuanya harus dirancang
dari hari ini.
Dalam buku The 7 Habits Of Highly
Effective Teens dijelaskan ada sebuah jajak pendapat yaitu tentang kegemaran
remaja pada waktu luang adalah pergi menonton film di bioskop. Namun ketika
kita menonton film, kita juga harus selektif dalam menerima esensi dari film
tersebut. Film itu bohong, terutama dalam soal seks (Covey, 117).
Saya sangat setuju dengan pernyataan
Covey, karena dalam film banyak sekali soal bergonta-ganti pasangan namun tidak
ditayangkan potensi risiko dan ganjarannya. Film-film tidaklah menunjukkan
kenyataan namun hanya menunjukkan sebuah kesenangan tanpa menunjukkan akibat
dari perbuatan tersebut.
Kita memang bebas dalam memilih
jalan kita namun kita tidak pernah bisa bebas dalam memilih ganjaran yang menyertainya
(Covey, 118). Dalam buku The 7 Habits Of Highly Effective Teens diceritakan ada
seorang remaja wanita dari Illinois. Dia menceritakan tentang tahun pertama
saat dia masuk kuliah. Dia menyebutny satu tahun sial karena pada tahun itu dia
mencoba segala bentuk penyimpangan dimulai dari mencoba narkoba, berhubungan
dengan laki-laki yang lebih tua, pergaulan tidak sehat, dsb. Namun setelah satu
tahun dia menyadari bahwa apa yang dia lakukan itu tidak benar dan akan merusak
masa depannya. Sehingga pada akhirnya dia berubah, namun dengan dia berubah
semua yang dia lakukan pada masa lalu tidaklah terhapus begitu saja. Dia
menjadi merasa dihantui oleh masa-masa kelamnya dan banyak orang yang masih
menganggapnya buruk. Dia sangat menyesal dan sering berpikir “Mungkin kalau
saja aku tidak melakukan semuanya itu, segalanya akan beres”.
Dari cerita diatas, benar-benar
sangat tergambar bahwa penyesalan akan ada di akhir cerita. Inilah salah satu
manfaat dari mengingat-ingat tujuan akhir dari sekarang, jadi kita akan lebih
tau apa yang sebenarnya harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Bagaimana dengan Sekolah?
Dalam
meraih sebuah tujuan akhir, suatu tempat yang dapat memberi jalan kepada kita
dalam meraih tujuan tersebut. Seperti halnya kita ingin ke sebuah tempat, untuk
mencapai kesana kita pasti memerlukan kendaraan yang dapat mengantarkan kita
kesana. Sama halnya seperti tujuan akhir atau yang bisa disebut cita-cita, kita
juga memerlukan sekolah untuk mencapai cita-cita yang telah kita siapkan.
Jangan
pernah merasa lelah dengan tugas, walaupun rasanya para dosen memborbardir kita
dengan segala macam tugas. Karena hal yang mereka lakukan itu demi kebaikan
kita, dalam dunia bekerja hidup itu lebih keras dari hanya sekedar mengerjakan
tugas. Bila kita sudah biasa menjalani tugas yang berat maka pada akhirnya kita
akan terbiasa. Saya selalu semangat dalam menghadapi apapun dalam kehidupan
saya termasuk menghadapi dan mengerjakan tugas. Saya ingat guru kimia semasa
SMA saya pernah bilang kepada saya “Kita bisa karena biasa, kita biasa karena
dipaksa”.
Jika
kita ingin bisa, kita harus membuatnya terbiasa. Namun kunci untuk membuat
semuanya terbiasa adalah paksaan. Tidak ada seorang pun yang tidak pernah
mempunyai rasa malas dalam mengerjakan tugas sekolah. Bahkan orang-orang hebat
sekali pun, mereka pernah merasa malas. Orang hebat adalah orang yang mau
mengerjakan hal yang tidak mau dilakukan oleh orang malas, sebenarnya orang
hebat juga mempunyai rasa malas tetapi rasa malas mereka kalah dengan tekad
kuat yang mereka miliki.
Jalan Menuju Harta Karun
Pernahkah kamu mendengar istilah
harta karun? Pasti dalam bayanganmu adalah sebuah peti yang sangat besar dan
isinya emas, berlian, dan intan berkilauan bukan? Biasanya dalam film, jalan
menuju kepada harta karun tersebut sangat terjal dan berliku serta dipenuhi
oleh orang-orang jahat.
Sama halnya dengan tujuan akhir,
tujuan akhir yang kita rencanakan sudah tentu sesuatu yang luar biasa dan
membanggakan bukan? Tidak mungkin seseorang menginginkan tujuan akhirnya
merupakan hal yang buruk. Diperlukan jalan untuk mencapai tujuan akhir
tersebut, dijalan tersebut pasti akan sangat terjal dan berliku bahkan sesekali
kamu akan tersesat. Namun jika kamu tersesat segeralah kembali kepada jalan
yang benar.
Akan banyak orang jahat juga disana,
orang-orang yang akan menjauhkanmu dengan tujuan akhirmu dan memaksa dirimu
untuk seperti yang mereka inginkan. Berhati-hatilah dengan hal ini, karena
dalam perjalananmu, kamu akan banyak bertemu banyak orang. Entah orang yang
akan membuatmu dekat dengan tujuanmu atau malah yang akan menjauhkanmu dan
menawarkan jalan lain. Satu hal yang harus kamu pegang, jangan mudah percaya
kepada orang. Karena orang yang paling berbahaya adalah orang yang pura-pura
baik.
Jika kamu dapat melewati semua itu,
maka kamu akan dapat meraih tujuan akhir yang telah kamu impi-impikan. Ibarat
kata berakit-berakit kehulu,
berenang-berenang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Untuk
melihat indahnya pelangi, kita harus merasakan dinginnya hujan terlebih dahulu.
Jadi Kearah Mana Tujuanku?
“Jadi kearah mana tujuanku?”
pertanyaan inilah yang pasti banyak hinggap di pemikiran orang-orang, termasuk
saya dan kamu. Berbicara mengenai arah, disini saya akan membahas tentang
“siapa yang memimpin?” ibaratnya dalam sebuah organisasi, jika kita sudah tau
siapa yang memimpin otomatis kita akan mengetahui arah kita sebenarnya kemana.
Seperti yang dikatakan oleh Jack
Welch, seorang mantan remaja dan sekarang ini eksekutif bisnis, “Kendalikanlah
takdirmu sendiri, kalau tidak mau dikendalikan orang lain” (The 7 Habits of
Highly Effective Teens). Dari pernyataan Jack, sangat jelas sekali bahwa kita
sebagai makhluk hidup yang mempunyai akal dan pikiran, tentunya dapat
mengendalikan hidup dan takdir kita sendiri. Karena jika kita tidak dapat
mengendalikan hidup kita sendiri maka orang lainlah yang akan mengendalikannya.
Kita akan hidup dibawah pengaruh
orang lain, dalam segala hal apapun kita akan bergantung kepada orang lain.
Intinya, kita tidak akan bisa mandiri dan tidak akan bisa hidup tanpa orang
lain. Memang, kita hidup sebagai makhluk sosial namun sebagai makhluk sosial
kita pun mempunyai batasan-batasan. Jangan sampai beralasan karena makhluk
sosial, hidup kita pun jadi tergantung orang lain. Jadilah pemimpin bagi dirimu
sendiri! Dalam Al-Quran pun telah disebutkan bahwa manusia merupakan khalifah
di muka bumi ini.
Sekarang mungkin kamu akan bertanya,
“siapa yang akan mengendalikan takdirku?” yang pertama kali akan saya jawab
adalah Tuhan (Allah bagi umat islam) karena sebesar apapun rencana yang kita
buat, tidak akan terlaksana bila Tuhan tidak mengehendaki itu terjadi. Hal ini
diluar kuasa manusia, namun selain itu yang mengendalikan takdirmu sendiri
adalah dirimu. Bukan teman-temanmu, atau bahkan orang tuamu.
Tidak dipungkiri bahwa peran mereka
pun sangat penting bagi hidupmu, tapi
jika diibaratkan dalam sebuah film. Mereka hanya pemeran pembantu dan kamulah
pemeran utamanya. Apakah kamu mau hidupmu diatur oleh teman-temanmu, apa yang
nantinya akan kamu dapatkan? Mungkin kamu berpikir, “orang tuaku baik, mereka
tidak akan membiarkan hidupku berantakan”. Orang tuamu memang baik, tidak ada
orang tua yang ingin melihat anaknya gagal, orang tua selalu mendoakan dan
berharap anaknya menjadi seseorang yang berhasil dan bahagia di sepanjang
hidupnya.
Tapi apakah kamu mau mereka mengatur
kehidupanmu? Mengatur semua yang kamu jalankan didalam hidupmu? Rasanya itu
akan sangat mengekang dan malah membuatmu jenuh, kamu akan merasa hidup seperti
robot. Mungkin saja kepentingan mereka juga berbeda dengan kepentinganmu. Dalam
hal ini, bukan berarti saya tidak memperbolehkanmu untuk percaya kepada orang
tua, namun ini hidupmu kamulah yang harus mengemudikannya. Jadikanlah orang tua
sebagai penasehatmu, karena sesekali kamu pun butuh penasehat dalam hidup untuk
memilih sesuatu.
Pada umumnya pada masa remaja saat
ini, tidak banyak orang yang memikirkan bagaimana masa depannya nanti, masa
remaja adalah masa yang penuh hormon dan melakukan apa yang mereka inginkan
saja tanpa banyak berpikir panjang. Kebanyakan remaja berpikir bahwa mereka
tidak begitu senang memikirkan masa depan, mereka lebih senang hidup pada masa
sekarang dan ikut arus saja.
Menurut Covey, tidak salah bila kita
senang hidup di masa sekarang karena kita memang harus menikmati masa sekarang
dan tidak terlalu mengawang-ngawang. Tetapi ia tidak sependapat dengan ikut
arus saja. Kalau kamu memutuskan untuk ikut arus saja maka kamu akan berakhir
kemana arus itu mengalir, yang biasanya turun, sering kali menuju tumpukan besar
hidup yang tidak bahagia. Kamu akan berakhir mengerjakan hal yang dikerjakan
semua orang.
Dengan bersikap mengikuti arus saja,
kamu tidak akan mengerjakanhal yang kamu inginkan. “Bersikap” jalan yang mana
juga boleh sama saja dengan menjalani hidup tak bertujuan (Covey, 120). Bila
kita tidak mempunyai tujuan maka kita akan cepat mengikuti orang yang mau
memimpin tanpa memikirkan apakah arah tersebut sesuai atau tidak dengan diri
kita sendiri. Dalam buku The 7 Habits diceritakan pengalaman Sean Covey ketika
lomba lari 10 K. “Saya dan beberapa
pelari lainnya sedang menantikan perlombaan dimulai, tetapi tak seorangpun tahu
dimana garis start-nya. Lalu beberapa pelari mulai menuju suatu jalan
seolah-olah mereka tahu. Semua orang, termasuk saya, mulai mengikuti. Kami Cuma
berasumsi mereka tahu arah yang mereka tuju. Setelah berjalan kurang lebih satu
mil, kami semua tiba-tiba sadar, bahwa seperti sekawanan domba tolol, kami
mengikuti beberapa orang tolol yang tidak tahu ke mana arah yang ia tuju.
Ternyata garis startnya persis ditempat semula.”
Dalam cerita diatas, kita dapat mengambil makna bahwa tidak
selamanya jalan yang dilalui banyak orang itu benar. Jangan pernah berasumsi
bahwa kawanan itu pasti tahu kemana yang mereka tuju, karena biasanya mereka
tidak tahu. Jangan merasa tenang bila melalui jalan yang banyak dilalui orang,
karena jalan itu belum tentu benar dan jangan takut untuk mengambil jalan
berbeda walau kamu hanya sendirian selama kamu yakin dan tahu jalan tersebut
benar.
Comments